Hewan
tidak berbahasa
Bahrul Ulum
Sulaiman
Bahasa,
oleh para linguist digadang-gadang sebagai salah satu produk budaya manisia
yang sangat fenomenal. Sebab hanya dengan bahasa segala sesuatu bisa
tersampaikan, baik keingin yang bersifat positif, maupun sebaliknya. Hal
demikian yang mendorong Ibn Jini> untuk mendefinisikan bahasa dalam karya
monumentalnya Ilm al-Lugah al-‘A>m, beliau menyebut sebagai
bunyi-bunyi yang beraturan dan digunakan masyarakat untuk menyampaikan
tujuan-tujuan tertentu.
Pengertian
diatas kemudian dijabarkan menjadi lebih jelas lagi oleh Tamma>m H}assa>n
dalam bukunya al-Lugah al-‘Arabiyah ; Ma’na>ha> wa
Mabna>ha>, bahasa disebut bunyi karena pada hakikatnya bahasa yang
asli adalah bahasa lisan- sedangkan tulisan hanyalah manifestasi dari bahasa
lisan-, suara bisa menjadi bahasa jika ia teratur, artinya ia tersusun dari
huruf dan mengembang lagi pada tataran kata serta seterusnya menjadi sebuah
kalimat yang memiliki bentuk dan makna. Oleh karena itu hal ini mengesampingkan
suara-suara yang tidak jelas, walaupun ia juga memiliki makna tersendiri,
sebagai contoh suara morse dalam pramuka. Karena ia hanya memiliki makana dan
tidak punya mabna>.
Ikatan
makna dan mabna> dalam bahasa, khususnya bahasa Arab, memiliki peran penting
dalam menginterpretasnya, sehingga kesalahan derivasi sekecil apapun sangat
vital dalam bahasa Arab, contoh Ah}mad Tajlis ‘Ala> al-Kursi>, contoh ini
menyampaikan pesan bahwa Ahmad duduk di atas kursi, akan tetapi secara bentuk
derivasi kata kerja, ia mengalami kesalahan yang fatal, sehingga bisa saja
seseorang membuat kesimpulan bahwa Ahmad itu seorang perempuan, karena
menggunakan kata kerja yang berdlami>r perempuan.
Sedangkan
kaitan antara bahasa dan masyarakat, menurut Tamma>m H}asan menegaskan bahwa
bahasa adalah produk manusia, lebih tepatnya adalah budaya. Hal ini melihat
bahwa bahasa adalah sebuah kebutuhan pokok manusia, sehingga mau tidak mau
mereka yang tinggal dalam komunitas tertentu didorong untuk menciptakan rumusan
bahasa yang akan mereka gunakan sebagai sarana komunikasi di dalamnya.
Ketika
bahasa dikait-kaitkan dengan masyarakat, tentunya bisa menumbulkan banyak
perdebatan, sebab selama ini kita seringkali hidup bersinggungan dengan
hewan-hewan yang secara sepintas seakan-akan mereka juga berkomunikasi dengan
masyarakatnya. Disinilah titik tolak terjadinya perdebatan antara ahli bahasa
yang dinahkodai oleh Bloomfield sebagai golongan yang pro terhadap pendapat
bahwa hewan juga berbahasa, dan Noam Chomsky sebagai kubu seberang yang menolak
akan pendapat tersebut.
Menurut
Bloomfield, tujuan utama bahasa adalah penyampaian tujuan yang hal itu juga
dimiliki oleh hewan, pun demikian dengan unsur-unsur yang menyusun bahasa
adalah suara, hewan dalam hal ini juga memiliki suara. Kita bisa amati di dalam
komunitas kera misalnya, ketika salah satu membutuhkan bantuan yang lain, maka
ia akan berteriak dengan suara khas yang nentunya beda dengan suara yang ia
gunakan ketika bercanda maupun ketika ia sedih.
Kendati
suara yang dikeluarkan hewan juga memiliki tujuan-tujuan sebagai interaksi
dalam komunitasnya, tapi hal itu masih menuai kontroversi dikalangan ahli
bahasa, adalah Noam Chomsky, seorang linguist modern yang bersikukuh keras
untuk menolak pandangan Bloomfiel yang memposisikan suara hewan sama dengan
bahasa pada manusia, hal ini bisa dibuktikan dengan melihat kembali esensi
suara yang bisa dikatan bahasa dalam pandangan linguist, Ibnu Jini>, dalam
bukunya ‘Ilm al-Lugah al-‘Am mengatakan bahwa suara bisa dikatan sebagai
bahasa jika ia memiliki sifat universal dan Ibda’i>, artinya bisa
dilakukan studi kontrakstif ( al-Taqa>bu al-S}auti> ) antar suara
itu, sebagai contoh Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia, dalam hal fonologi
keduanya bisa dianalisis kontrakstif. Sehingga hal ini membuat para ahli yang
berpandangan bahwa bahasa tidak memiliki bahasa semakin kuat dalam menumbangkan
teori bloomfiled.
Ciri
bahasa kedua adalah Ibda’i>, artinya, jika hewan dikatan berbahasa,
maka secara otomatis mereka bisa memproduksi kata dan kalimat
sebanyak-banyaknya, dan hal ini lah yang tidak kita temukan dalam komunikasi
hewani, sebagai contoh seorang anak kecil dengan naturalnya ia bisa memproduksi
kata dan kalimat tanpa batas dalam interaksinya dengan lingkungan. Dari urain
diatas sudah dapat disimpulkan bahwa walaupun seakan-akan hewan itu berbahasa
dengan komunitasnya, tapi dalam ilmu kebahasan itu hanya merupakan tanz}i>m
ittis}a>li>, bukan bahasa itu sendiri. Wallah A’lam.
0 komentar :
Posting Komentar