‘ILM
AL-S}ARF AL-‘ARABI>
( Sebuah Renungan dari S}arf Klasik Hingga Modern )
Diajukan
Untuk dipresentasikan pada Mata Kuliyah
LINGUISTIK
UMUM
DOSEN:
Dr.
H. Faizur Rashad, M.Ag
Oleh:
Bahrul
Ulum
F06213078
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN ) SUNAN AMPEL
SURABAYA
2013
BAB
I
A.
Pengertian S}arf dari klasik hingga modern
Secara bahasa, s}arf sering diartikan al-tagyi>r
atau perubahan, hal ini dibuktikan dengan firman Allah “tas}ri>f
al-riya>h}[1],
para Mufassir mengomentari ayat ini dengan makna tagyi>r
ittija>ha>tihi bi qudratihi subh}a>nahu wa ta’ala>[2].
Secara istilah, ia bermakna ilmu yang membahas bangunan sebuah kata,
sebagaimana diungkapkan oleh Ibn Ma>lik dalam alfiyahnya. Sedangkan
menurut Kholid al-Azhari> dalam Sharh} al-Tas}ri>h} ‘ala>
al-Taud}i>h}, s}arf adalah perubahan bentuk kata untuk tujuan
mendapat bentuk lafazd atau makna baru[3].
Sebagai contoh dalam tujuan pendatangan makna yang baru adalah berubahnya mufrad
ke tathniyyah dan seterusnya contoh zaydun – zayda>ni –
zaydu>na ( زيد – زيدان – زيدون ), atau
berubahnya kata d}araba- d}arraba – id}t}iraba ( ضرب- ضرّب- اضطرب
). Sedangkan untuk contoh perubahan bentuk kata yang tujuannya hanya
dalam konteks lafazd adalah qa>la yang aslinya qawala, setelah
melalui proses i’la>l yang panjang[4].
Pada intinya dedinisi yang ditawarkan oleh Linguist Klasik hanya terkait pada
perubahan-perubahan yang berhubungan dengan fi’il dan isim dan
tidak mengcover fenomena perubahan pada harf , contoh ‘ala> ( على ) yang pada
mulanya pada menggunakan alif dan ketika ia digabung dengan ya>’
mutakallim ada perubahan morfologis disitu, akan tetapi tidak dibahas dalam
kajian s}arf klasik[5].
Oleh karena itu dalam kajian tas}ri>f modern, pengertian s}arf adalah
perubahan suatu kata baik yang ditimbulkan oleh prefiks, sufiks dan infiks.[6]
Jadi dalam kajian modern, tas}rif tidak hanya lagi membahas perubahan
fisik kata, akan tetapi lebih jauh masuk pada perubahan morfem dan
kombinasi-kombinasinya[7].
Sehingga dalam kajian modern, kajian morfologi terbagi menjadi dua yang itu
infleksional morfologi dan derivasional morfologi[8].
Perbedaan juga tampak ketika s}arf klasik membagi kata menjadi tiga yaitu Ism,
Fi’il dan Harf[9],
dalam s}arf modern tidak lagi tiga, Tamam H}asan dalam kitabnya al-Lugah
al-‘Arabiyah Ma’na>ha wa Mabna>ha> membagi kata menjadi Ism,
S}ifat, Fi’il, d}ami>r, Mukha>lafah, al-Z}arf dan al-Ada<t[10].
Hal ini hampir sama dengan pembagian kata dalam bahasa inggris yaitu Noun,
Pronoun, Adjective, Verb , Adverb, Preposition, Conjunction dan Interjection[11].
B.
Objek Kajian Morfologi
Dalam morfologi klasik, pokok bahasannya adalah perubahan kata
dari ma>d}i< dan seterusnya, serta proses penambahan morfem pada
fi’il serta implikasi makna yang ditimbulkannya, walaupun pada saat itu belum
ada istilah morfem secara implisit. Sebagai contoh ketika ada ism mas}dar dimasuki
morfem ta’ , maka merubah makna menjadi muba>lagah[12].
Pada mulanya, dalam semua kajian linguistik, baik barat maupun Arab, masih
rancu dalam membagian keilmuan yang spesifik. Sehingga terkadang bahasan
morfologi masuk dalam bahasan sintaks dan sebaliknya[13].
Sedangkan dalam kajian kekinian, morfologi lebih fokus pada perubahan kata yang
disebabkan perubahan morfem tas}rifi>, perubahan yang disebabkan morfem
ishtiqa>qi>, perubahan mudhakkar muannath, dan seterusnya[14].
Untuk lebih detailnya, pokok bahasan morfologi sebagai berikut:
1.
Morfem
Merfom adalah satuan bahasa yang turut serta mementuk kata,
Hilmi Khalil mengatakan bahwa ia adalah satuan terkecil dalam fenomena
kebahasaan[15].
Dikatakan terkecil karena ia tidak bisa memiliki makna sempurna kecuali
disandarkan pada kata yang lain[16],
baik itu disebut ma’na> mu’jam seperti ضرب yang menunjukkan makna kejadian memukul,
atau bisa juga yang berupa ma’na> ishtiqa>q seperti ضارب, penambahan morfem Alif
dan perubahan Fonem pada Ra’ itu
memberikan makna sebagai pelaku pemukulan, atau juga berupa ma’na>
nah}wiyyah, seperti ضَارِبٌ , d}ammah tersebut
memberi implikasi makna fa’iliyyah atau ibtidaiyyah[17]. Morfem dibagi menjadi:
a.
Berdasarkan hubungannya
dengan kata, morfem dibagi menjadi:
1)
Wihda>t S}arfiyyah
S}ifriyyah atau Morfem Zero
Morfem ini adalah ciri khas bahasa Arab, yaitu morfem yang
tidak berwujud ketika ditulis dan diucapkan, akan tetapi hanya bisa
dikira-kirakan. Inilah kekhasan Bahasa Arab, dengan Konsep muqadda>rnya
bahasa Arab bisa mewadahi morfem ini.[18]
Contoh قائم
, ketika kata ini kita ucapkan, secara
otomatis kita akan tau bahwa ia menyimpan d}ami>r mudhakkar yaitu huwa[19].
Atau dalam fi’il أكل
meyimpan d}ami>r ga>ib Mufrad yaitu
Huwa[20].
2)
Wihda>t S}arfiyah
Kala>miyyah
Morfem ini kadang kala disebut morphophonem, yaitu
morfem yang kadangkala ia berfungsi sebagai fonem, contoh ضربت , secara fonetis, ta’ ta’nith al-sa>kinah itu merupakan fonem[21],
disamping itu ia juga sebagai morfem penanda Ta’ni>th, artinya fi’il
itu mengandung arti bahwa pelakunya adalah seorang perempuan[22].
b.
Berdasarkan Hubungannya
dengan Makna morfem dibagi :
1)
Lexo-Morfemes atau
morfi>m mu’jami>
Yaitu adalah morfem yang menunjukkan makna mu’jam, contoh ضرب yang
memiliki makna kejadian memukul[23].
Atau dengan kata lain, ia adalah morfem yang ada pada kata yang sudah jadi.
2)
Derivationsmorphems atau
Morfem Ishtiqa>qi>
Yaitu morfem yang menunjukkan makna derivasi, contoh ضارب , dengan perubahan morfemis dalam kata itu
menunjukkan makna yang asalnya sebagai bentuk perbuatan / hadath al-fi’l
menjadi subjek atau Fa>’il [24].
Morfi>m Is}tiqa>qi> kerap disebut sebagai tas}ri>f
is}tila>hi> dalam kajian s}arf klasik, initnya ia adalah morfem yang
bisa membedakan kelas kata dari fi’l ke ism, sifat, mas}dar dan
lain-lain. Contoh ضرب-
ضربا- ضارب –مضروب- مضرب .
3)
Flexionsmorphemes atau wih}da>t
al-S}arfiyyah al-Nah}wiyyah
Yaitu perubahan tanda-tanda I’ra>b dalam sebuah kata yang
menunjukkan kedudukan kata itu dalam struktur kalimat[25].
Seperti contoh sebuah kata yang berpredikat Fa>’il, Maf’u>l bisa
diketahui dengan perubahan morfemis atau petanda I’ra>b dalam kajian
sintaksis. Walaupun menurut Tamma>m H}assa>n petanda itu bukan
satu-satunya tanda untuk mengidentifikasi kedudukan sebuah kata, sebab
menurutnya itu hanya sebuah Qa>rinah dari beberapa Qara>in yang
ada, sebab dalam fenomena kebahasaan tertentu petanda itu tidak muncul, terus
apakah lantas kedudukannya tidak jelas? Seperti contoh ضرب مصطفى الكلب,
penanda rafa’ tidak muncul dalam kasus ini.[26]
c.
Berdasarkan bersambung dan
berpisahnya morfem dibagi menjadi:
1) Morfem terikat atau Bound Morphemes atau Wih}da>t S}arfiyah
Muqayyadah
Yaitu morfem yang selalu terikat dengan yang lain, artinya ia
tidak bisa berdiri sendiri, contohnya Ta>’ al-Ta’ni>th,
al-A>lif wa al-Nu>n dan al-Wa>wu wa al-Nu>n, kesemuanya
ini tidak bermakna kecuali bergabung dengan morfem yang lain.[27]
2)
Morfem Bebas atau
Wih}da>t S}arfiyyah H}urrah
Yaitu morfem yang cara pemakaiannya harus terpisah atau munfas}il
seperti kata ganti أنا, أنت, نحن,
هو, هي dan lain-lain[28],
atau juga bisa digunakan secara tersambung atau terpisah contoh كتاب, قلم kedua kata ini bisa digabung atau dipisah
dengan morfem yang lain, akan tetapi tidak merusak pada makna.
Tamma>m H}asan, memandang bahwa pada hakikatnya morfologi
Arab dapat diringkes menjadi tiga dimensi yaitu Maba>ni>,
Ma’a>ni> dan ‘Ala>ma>t[29].
العلامة
|
المبنى
|
المعنى
|
زيد
|
صيغة الاسم
|
الإسمية
|
ضرب
|
صيغة الفعل
|
الفعلية
|
هو، هي، أنا .....
|
الضمير على إطلاقه
|
الإضمار
|
الكتاب
|
ال ( معرفة ) على إطلاقه
|
التعريف
|
2.
Taqsi>m
al-Kala>m
Dalam morfologi klasik, kita tahu bahwa pembagian kata hanya
ada tiga, dan itu bertahan sangat lama[30].
Menurut Tamma>m Hasan, Kata dalam bahasa Arab dibagi menjadi tujuh, tidak
lagi tiga. Adapun pembagiannya sebagai berikut:
a.
Ism, isim pun dibagi
menjadi lima[31],
yaitu:
1) Ism al-Mu’ayyan
Yaitu semua isim yang mempunyai makna jelas, seperti nama
orang, tempat dan seterusnya. Pada intinya semua yang tidak membutuhkan
sandaran pada kata yang lain, itu disebut ism muayyan.
2)
Ism al-H}adath
Yaitu isim yang memiliki kejadian pekerjaan, contohnya, isim
mas}adar, ism marrah, isim hay’ah.
3)
Ism al-Jins
Yaitu isim yang memiliki makna plural walaupun ia bersigat
mufrad, contoh al-‘Arab, al-‘Ajam dll.
4)
Isim mushta>q yang
dimulai dengan huruf mi>m.
Yaitu semua isim mushta>q yang diawali dengan huruf mi>m,
contohnya Ism al-Zama>n, Ism al-Maka>n dan Ism al-A>lah.
Kelompok ini oleh Tamam Hasan disebut golongan Mi>ma>t. Menurutnya
Mas}da Mi>m tidak termasuk
kedalam kelompok ini, walaupun ia dimulai dengan huruf mi>m , sebab
secara dila>lah ma’na, ia sama dengan mas}dar[32].
5)
Ism al-Mubham
Yang dimaksud isim mubham adalah, semua isim yang menunjukkan
makna jihha>t wa al-Awqa>t wa al-Mawa>zin wa al-Maka>yi>l
wa al-A’da>d, dan ketika untuk
menyempurnakan maknanya ia butuh disandarkan pada yang lain. Contoh فوق، تحت، أمام dan
lain-lain.[33]
b.
Al-S}ifah
Al-Ashmu>ni> berkata, yang dimaksud S}ifat
mushabbihah adalah ism yang tidak memiliki makna hadath, seperti s}ifat
al-Fa>’il aw al-Maf”u>l aw Muba>lagah aw Mushabbahah aw Tafd}i>l,
semuanya itu tidak menunjukkan makna hadath, akan tetapi menunjukkan makna maus}ufnya.[34]walaupun
bisa memberikan dampak hadath pada maus}ufnya. Contoh أحمد آكل اللحم
c.
al-Fi’l
sebagaimana telah banyak kita ketahui bahwa fi’il terbagi
menjadi tiga, yaitu mad}i, mud}ari’ dan amr.
d.
Al-D}ami>r
Semua d}ami>r masuk pada kelompok ini, baik d}ami>r
shakhshiyyah, d}ami>r isharah dan maus}u>l.
e.
Khawa>lif
Khawa>lif ini terbagi menjadi 3, yang pertama isi fi’il,
yaitu kata yang tidak memiliki tanda fi’il dan ism, akan tetapi ia bisa
memberikan hadath, contohnya هيهات ، صه، dan
lain-lain. Yang kedua adalah kata yang menyalahi suara khalifat al-S}awt,
atau sering disebut ism al-as}wa>t, contohnya ketika ada kecil tersendat
makanan, maka kita akan berkata كخ. Dan
yang ketiga adalah kha>lifat al-Ta’ajjub atau disebut ism ta’ajjub,
contohnya ما أجمل مصطفى .[35]
f.
Al-dharf.
g.
Al-Ada>t
Yaitu kata yang mengimplikasikan tugas nahwiyyah, dan
tidak ada sangkut pautnya dengan makna mu’jami>, artinya keberadaan
adat ini hanya berpengaruh dalam tataran nahwi>, tidak sampai
mengubah pada tataran Mu’jami>.[36]
Dalam kata lain, adat ini oleh morfologi klasik disebut h}arf.[37]
BAB
II
PROSES
MORFOLOGIS DALAM PEMBENTUKAN KATA DALAM BAHASA ARAB
Pada
dasarnya, pembentukan kata dalam Bahasa Arab sama seperti bahasa-bahasa lain. Yang
itu bergantung terhadap pertukaran morfem. Adapun bentuk konkritnya sebagai
berikut:
A.
Afiksasai Kata Kerja
1.
Dengan penambahan Prefiks
atau Sawa>biq
Dalam bahasa arab, kita kenal huruf-huruf yang masuk pada awal
kata sebagai sawa>biq, seperti contoh pembentukan fi’il
mud}a>ri’.[38]
Ia terbentu dari fi’il ma>d}i> yang ditambahi prefiks, atau sering
kita kenal dalam ilmu nahwu adalah harf al-mud}ara’ah[39].
Contohnya ضرب ketika ingindibentuk menjadi fi’il
mud}a>ri’, maka cukup ditambahi prefiks sebagai berikut:
أ+ ضرب = أضرب
ي+ ضرب = يضرب
ت+ضرب= تضرب
ن+ضرب= نضرب
2.
Dengan penambahan Infiks
atau al-dawa>khil
Dalam bahasa arab, penambahan infiks sering muncul dalam
pembentukan kata kerja, atau yang sering disebut al-fi’l al-thula>si>
al-mazi>d. Kadang kala dengan menambahkan huruf ta’ pada fi’il yang
berwazan ifta’ala, atau menambahkan shiddah pada wazan fa’ala
atau menambah alif pada wazan fa>’ala.[40]
3.
Penambahan suffiks atau lawa>hiq
Yaitu penambahan huruf diakhir, dalam pembentukan fi’il
biasanya ketika mendapatkan tambahan huruf, berdampak pada perubahan makna.
Contoh penambahan alif dan nu>n pada fi’il yang berdampak pada makna tathniyyah
( ضرب= ضربان ) atau penambahan ta’ ta’ni>th yang
bermakna pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan.[41]
4.
Dengan pengambahan Afiks
Infleksi
Dalam infleksi, proses morfologis hanya terjadi lebih
disebabkan oleh adanya hubungan sintaksis dan tidak berakibat pada berubahnya
kelas kata, atau dengan kata lain, dalam infleksi hanya merubah penanda gender
atau persona dan jumlah. Contoh
ضرب – ضربان – ضربوا
ضربت – ضربتان – ضربن
Perubahan-perubahan diatas, tidak berdampak pada berpindahnya
kelas kata, hanya saja penambahan suffiks pada kata-kata diatas memberikan
dampak berubahnya kelas persona dan jumlah[42].
B.
Afiksasi dalam bentuk kata
Nominal
1.
Prefiks
Prefiks (as-sābiq) mim (م) . Prefiks
ini dibubuhkan padaاسم
فاعل / ism fā’il (nomina pelaku) dan/ اسم مفعول ism maf’ūl (nomina penderita) maupun ism
makān (nomina yang menyatakan
tempat atau penunjuk tempat) yang dibentuk dari verba empat huruf, lima huruf,
dan enam huruf (thula>thi>
mazīd wa rubā’īyy)[43].
Prefiks mim pada /اسم فاعل ism fā’il / (Nomina Pelaku). Pembentukan
nomina dari verba empat, lima maupun enam huruf pada ism fā’il (nomina pelaku) dibentuk dengan cara menambahkan
prefiks mim (م) yang berharakah dammah diawal kalimat
verba tersebut sebagai ganti dari huruf yang ada di depan verba tersebut dan
huruf sebelum akhirnya berbaris kasrah, Contoh : أفعل + م = مـفعل
Prefiks mim pada / اسم مفعول
ism maf’ūl / (Nomina Penderita). Proses
pembentukan ism maf’ūl (nomina penderita) dari verba
empat, lima maupun enam huruf adalah dengan menambahkan mim yang berharakah
dammah di awal kalimat dan huruf terakhirnya berbaris fathah[44]
, Contoh : أفعل
+ م = مـفعل
Prefiks mim pada / اسم مكانism
makān/ (Nomina Penunjuk Tempat).
Pembentukan nomina penunjuk tempat dari fi’l (verba) tiga huruf, empat huruf
dan enam huruf dapat dibentuk dengan cara sebagai berikut: Apabila fi’l bentuk
dasarnya terdiri dari tiga huruf dan ‘ain fi’lnya (huruf kedua) pada fi’l mudāri’ (verba kala kini) berharakah dammah (pola يفعُل / yaf’ulu/ ), maka huruf ya’ di awal fi’l
mudāri’ diganti dengan prefiks mim
yang berharakah fathah dan huruf sebelum akhirnya berbaris fathah
sehingga menjadi مَفعَل / maf’alun/. Contoh : كتب- يكتب + م = مكتب.[45]
2.
Infiks
Infiks (az-ziyādah) yang ditambahkan pada
bentuk dasar kata kerja dalam proses afiksasi ism dalam bahasa Arab dibubuhkan
pada nomina pelaku (/ اسم فاعلism fā’il) yang dibentuk dari kata kerja /fi’l tiga huruf.
Penambahan infiks ini terletak antara huruf pertama dan kedua dari bentuk dasar
fi’l /kata kerja tersebut. Adapun huruf sebelum akhirnya berharakah kasrah,
sehingga menjadi فـاعل / fā’ilun/.Contoh : قرأ + ا = قـارء /qara’a/ ‘ membaca’+infiks alif = /qāri’un/’pembaca’. Penambahan morfem alif pada kalimat
قرأ /qara’a/ ‘ membaca’ menjadi قـارء /qāri’un/ yang mengandung makna pembaca[46].
3.
Konfiks
Konfiks (as-sābiq wa al-lāhiq) mim dan ta’ marbūtah (م- ة). Konfiks
yang ditambahkan pada bentuk dasar dalam nomina /ism bahasa Arab adalah konfiks
(mim dan ta’ marbūtah / م- ة). Konfiks mim
dan ta’ marbūtah ini dibubuhkan pada ism
yang menunjukkan alat. Pembentukan ism yang menunjukkan alat dengan konfiks ini
dibentuk dengan cara mengganti prefiks ya’ pada fi’l mudāri’ dengan prefiks mim yang berharakah kasrah serta huruf
kedua dan huruf ketiga. Bentuk dasarnya diberi harakah fathah dan sesudah huruf
ketiga bentuk dasarnya tersebut ditambahkan ta’ marbūtah sehingga menjadi فعلة /mif’alatun/.
Sebagaimana halnya ism yang menunjukkan alat dengan pola مفعل /mif’alun/ ,
maka pola مفعلة /mif’alatun/ ini juga tidak ditentukan
adanya ketentuan tentang fi’l yang dibentuk dengan pola ini. Penambahan konfiks
mim dan’ ta’ marbūtah / م- ة mengubah
identitas leksikal disertai perubahan status kategorial nomina deverbal. Contoh:
كنس + م-ة = مـكنسـة[47].
4.
Infleksi
Proses infleksi pada Noun, tidak jauh beda dengan infleksi
pada Verba, yaitu hanya merubah kelas gender dan jumlah. Biasanya untuk proses
infleksi selalu ditambahi suffiks. Contoh ketika dalam proses gender مسلم – مسلمة , dan ketika dalam proses
jumlah sebagai berikut : مسلم – مسلمان –
مسلمون، مسلمة – مسلمتان – مسلمات .[48]
Dafta
Pustaka
‘Ali>
Khu>li ,Muhammad>. Madkhal ‘Ila> ‘Ilm al-Lugah. Jordan :
Da>r al-Fala>h}, 1993
Abdullah
,Nasrin. ma’a>ni al-Abniyah al-S}arfiyah fi> D}au’ Majma’ al-Baya>n.
Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2012
al-Barkawi>
, Abd. Al-Fatah. Madkhal ila> ‘Ilm
al-Lugal al-H}adi>th. Kairo : Da>r al-Kutub, 2004
Bishr,
Kamal, al-Tafki>r al-Luga>wi>,; Baina al-Qadi>m wa al-jadi>d.
Kairo : Da>r al-Gari>b, 2005
Ga>zi>
Mukhta>r, Fi> ‘Ilm al-Lugah. Damaskus : Da>r al-T}allas, 2000
H}asan
, Tama>m. al-Us}u>l. Kairo: ‘Ala>mul Kitab, 2000
H}asan
, Tamma>m. al-Lugah al-‘Arabiyyah ; Ma’na>ha> wa Mabna>ha>.
Maroko : Da>r al-Thaqa>fah, 1994
Jauhar
, Nasarudiin Idris.‘Ilm al-As}wa>t al-‘Arabiyah. Surabaya : Fakultas
Adab IAIN Sunan Ampel, 2009 .
Khali>l,
Hilmi, Muqaddimah li Dira>sat ‘Ilm al-Lugah. Beirut : Da>r
al-Ma’rifah, 2000
Mahmud
Qaddur, Ahmad, Maba>di’ al-Lisa>niyya>t. Damaskus : Da>r
al-Fikr, 1997
Nur , Tajuddin. “Fungsi Afiks
Infleksi Penanda Persona, Jumlah dan Jender pada Verba Bahasa Arab”, Humaniora,
Vol. 22, No.1, Februari, 2010.
Qa>d}i>
al-Qud}a>t, Sharh Ibn ‘Aqi>l. Surabaya : al-Hidayah, tt
Sa’i>d
Buh}ayr, Hasa>n, al-Asas Fi> al-Lugah. Kairo : Muassasah
Mukhta>r, tt
[1] Qa>d}i>
al-Qud}a>t, Sharh Ibn ‘Aqi>l, ( Surabaya : al-Hidayah, tt ), hal.
7
[2]Al-Zamakhsha>ri>,
Tafsir al-Kashsha>f, ( Beirut : Da>r al-Fikr, 1982 ) jilid 3, hal.
36
[3]Abd. Al-Fatah
al-Barkawi>, Madkhal ila> ‘Ilm
al-Lugal al-H}adi>th, 24
[4] Ibid. 29
[5] Hasa>n
Sa’i>d Buh}ayr, al-Asas Fi> al-Lugah, ( Kairo : Muassasah
Mukhta>r ), hal. 54
[6] Tama>m
H}asan, al-Us}u>l, ( Kairo: ‘Ala>mul Kitab, 2000 ) hal 39
[7] Ibid. 40
[8] Tama>m
H}asa>n, al-Lugah al-‘Arabiyyah; Ma”na>ha> wa Mabna>ha>,
( maroko: da>r al-Thaqafah, 1994 )
[9] Kamal Bishr, al-Tafki>r
al-Luga>wi>,; Baina al-Qadi>m wa al-jadi>d, ( Kairo : Da>r
al-Gari>b, 2005 ) hal.104
[10] Ibid. 107
[11] R. Huddlesen, Itroduction
To The Grammar of English., hal. 90-91
[12] Nasrin
Abdullah, ma’a>ni al-Abniyah al-S}arfiyah fi> D}au’ Majma’
al-Baya>n, ( Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2012),hal. 32
[13] Ahmad Mahmud
Qaddur, Maba>di’ al-Lisa>niyya>t, ( Damaskus : Da>r al-Fikr,
1997 ) hal. 188
[14] Ibid, hal. 189
[15] Hilmi
Khali>l, Muqaddimah li Dira>sat ‘Ilm al-Lugah, ( Beirut : Da>r
al-Ma’rifah, 2000 ) hal. 88
[16] Abd. Al-Fatah
al-Barkawi>, Madkhal ila> ‘Ilm
al-Lugal al-H}adi>th, ( Kairo : Da>r al-Kutub, 2004 ) hal. 112
[17] atau dalam
istilahnya Tamam Hasan adalah Qari>nah yang menunjukkan ia bermakna Fa>’iliyyah
atau Ibtida>iyyah.
[18] Abd. Al-Fatah
al-Barkawi>, Madkhal ila> ‘Ilm
al-Lugal al-H}adi>th, 114
[19] Ga>zi>
Mukhta>r, Fi> ‘Ilm al-Lugah, ( Damaskus : Da>r al-T}allas, 2000
), hal. 164
[20] Ahmad Mahmud
Qaddur, Maba>di’ al-Lisa>niyya>t, 198
[21] Nasarudiin
Idris Jauhar, ‘Ilm al-As}wa>t al-‘Arabiyah, ( Surabaya : Fakultas
Adab IAIN Sunan Ampel, 2009 ) hal. 52
[23]
Ibid. 115
[24]
Muhammad ‘Ali> Khu>li>, Madkhal ‘Ila> ‘Ilm al-Lugah, (
Jordan : Da>r al-Fala>h}, 1993 ), hal. 86
[25] Abd. Al-Fatah
al-Barkawi>, Madkhal ila> ‘Ilm
al-Lugal al-H}adi>th, 116
[26] Tamma>m
H}asan, al-Lugah al-‘Arabiyyah ; Ma’na>ha> wa Mabna>ha>, (
Maroko : Da>r al-Thaqa>fah, 1994 ), hal. 191
[27] Abd. Al-Fatah
al-Barkawi>, Madkhal ila> ‘Ilm
al-Lugal al-H}adi>th, 116
[28] Ibid. 118
[29] Tamma>m
H}asan, al-Lugah al-‘Arabiyyah ; Ma’na>ha> wa Mabna>ha>,, 82
[30] Tamma>m
H}asan, al-Lugah al-‘Arabiyyah ; Ma’na>ha> wa Mabna>ha>,,,
89
[31] Ibid. 92
[32] Ibid. 96
[33] . Al-Fatah
al-Barkawi>, Madkhal ila> ‘Ilm
al-Lugal al-H}adi>th,. 120
[34] Muhammad
‘Ali> Khu>li>, Madkhal ‘Ila> ‘Ilm al-Lugah. 93
[35] Ibid. 96
[36]
Ahmad Mahmud Qaddur, Maba>di’ al-Lisa>niyya>t, 198
[37]
Ibid. 200
[38] Muhammad ‘Ali>
Khu>li>, Madkhal ‘Ila> ‘Ilm al-Lugah, 85
[39] Mugni labib
[40] Muhammad ‘Ali>
Khu>li>, Madkhal ‘Ila> ‘Ilm al-Lugah, 87
[41] Ibid. 90
[42]
Tajuddin Nur, “Fungsi
Afiks Infleksi Penanda Persona, Jumlah dan Jender pada Verba Bahasa Arab”,
Humaniora, Vol. 22, 1 ( Februari, 2010), 79
[43] Nasrin Abdullah, ma’a>ni
al-Abniyah al-S}arfiyah fi> D}au’ Majma’ al-Baya>n, 90
[44] Ibid. 92
[45] Ibid. 94
[46] Ibid. 95
[47] Ibid. 97
[48]
Tajuddin Nur, “Fungsi
Afiks Infleksi Penanda Persona, Jumlah dan Jender pada Verba Bahasa Arab”,
Humaniora, hal. 83
0 komentar :
Posting Komentar